SEORANG PENYANYI YANG BERTAUBAT DITANGAN IBNU MAS’UD
Sesungguhnya berdakwah kepada Allah adalah tugas para nabi (semoga
kesejahteraan dilimpahkan atas mereka), dan jalan para ulama rabbaniyyin, oleh
karena itu berdakwah kepada Allah adalah sebuah amal pendekatan diri kepada
Allah yang paling utama, dan paling agung kedudukannya.
Allah berfirman.
وَمَنْ أَحْسَنُ
قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata :
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”[Fushilat/41: 33]
Dan berdakwah kepada Allah itu, harus benar tujuannya, bersih
manhajnya (caranya), inilah jalan dakwah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan siapa saja yang mengikuti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan baik,
sebagaimana firman Allah.
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي
أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ
اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Artinya : Katakanlah : Inilah jalan (agama) ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik”
[Yusuf/12: 108]
Sungguh para Salafush Shalih kita (semoga Allah merahmati mereka)
menempuh jalan ini, mereka menyuruh kebaikan, mencegah kemungkaran dan
mengajarkan manusia kebaikan, menyampaikan sejelas-jelasnya melalui berbagai
cara, seperti pengajaran, harta, nasehat, fatwa, hukum dan selainnya.
Dan sungguh Salafus Shalih telah menegakkan dakwah ini untuk
mengharapkan wajah Allah, mereka tidak menginginkan dari manusia balasan dan
tidak pula ucapan terima kasih, dan disaat itu juga mereka menetapi keselamatan
manhaj dengan mengikuti dan meninggalkan perbuatan bid’ah.
Kebangkitan Islam saat ini membutuhkan pengetahuan pada
contoh-contoh perbuatan dan fenomena yang nyata dari dakwah Salafus Shalih :
agar keadaan-keadaan mereka itu menjadi pendorong serta pemberi semangat untuk
mencontoh mereka, dan berjalan diatas uslub (metode) mereka.
Salah seorang ulama berkata : “Barangsiapa melihat sejarah Salafush
Shalih pasti ia mengetahui kekurangannya, dan ketertinggalannya dari derajat
seorang manusia”.
Dan makalah ini berisikan fenomena-fenomena dakwah dari kehidupan
Salafush Shalih, kami akan memaparkannya sebagaimana yang berikut ini.
Ini adalah kisah taubatnya seorang penyanyi terkenal :
“Adalah seorang pemuda yang bernama Dzaadzan seorang peminum khamr
(minuman keras), dan ia penabuh gendang, lalu Allah memberinya rizki berupa
taubat ditangan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu maka menjadilah Dzaadzan
termasuk orang-orang yang terbaik dari kalangan tabi’in, dan salah seorang
ulama yang terkemuka, dan termasuk orang-orang yang masyhur dari kalangan hamba
Allah ahli zuhud” [1]
Inilah kisah taubatnya, sebagaimana Dzaadzan meriwayatkannya
sendiri, ia berkata :
“Saya adalah seorang pemuda yang bersuara merdu, pandai memukul
gendang, ketika saya bersama teman-teman sedang minum minuman keras, lewatlah
Ibnu Mas’ud, maka ia pun memasuki (tempat kami), kemudian ia pukul tempat (yang
berisikan minuman keras) dan membuangnya, dan ia pecahkan gendang (kami), lalu
ia (Ibnu Mas’ud) berkata : “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang bagus
adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engkau… engkau”.
Setelah itu pergilah Ibnu Mas’ud. Maka aku bertanya kepada temanku
: “Siapa orang ini ?” mereka berkata : “Ini adalah Abdullah bin Mas’ud (sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)”.
Maka dengan kejadian itu (dimasukkan) dalam jiwaku perasaan taubat.
Setelah itu aku berusaha mengejar Abdullah bin Mas’ud sambil menangis, (setelah
mendapatinya) aku tarik baju Abdullah bin Mas’ud.
Maka Ibnu Mas’ud pun menghadap kearahku dan memelukku menangis. Dan
ia berkata : “Marhaban (selamat datang) orang yang Allah mencintainya”.
Duduklah! lalu Ibnu Mas’ud pun masuk dan menghidangkan kurma untukku.[2]
Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah diatas, bahwa kita
mengetahui kejujuran Abdullah bin Mas’ud dan niatnya yang baik, serta tujuannya
yang benar dalam berdakwah kepada Dzaadzan yang menyebabkannya mendapat
petunjuk dan bertaubat, sebagaimana dikatakan Abdul Qadir Jailani (561H) semoga
Allah merahmati beliau, mengomentari kisah tersebut :
“Lihatlah berkahnya kejujuran (kebenaran), ketaatan dan niat baik,
bagaimana Allah memberi petunjuk Dzaadzan melalui Abdullah bin Mas’ud
dikarenakan kejujuran dan tujuan baiknya, maka seorang yang rusak (perangai dan
ahlaknya) tidak akan dapat engkau perbaiki hingga engkau sendiri menjadi
seorang shalih (baik) dalam dirimu, takut kepada Rabbmu jika engkau
bersendirian, ikhlas kepadaNya jika engkau bergaul dengan mahluk dengan tanpa
berbuat riya’ dalam tindakan dan tingkahmu, meng-Esakan Allah dalam seluruh hal
ini, dan ketika engkau ditambah petunjuk dan bimbingan oleh Allah, engkau
menjaga dirimu dari hawa nafsu dan dari penyelewangannya oleh syaitan dari
kalangan jin dan manusia, dan (engkau jaga dirimu) dari seluruh kemungkaran,
kefasikan, bid’ah dan seluruh kesesatan, maka akan dihilangkan darimu kemungkaran
dengan tanpa terbebani, sebagaimana hal ini terjadi pada zaman kita ini,
seseorang mengingkari satu kemungkaran namun terjerumus dalam banyak
kemungkaran, dan kerusakan yang besar ….” [3]
Dan perkara lain yang kita ambil faedah dari kisah diatas
bahwasanya Ibnu Mas’ud telah menempuh cara yang “syar’iyyah” (cara yang sesuai
dengan agama) yang paling utama dalam merubah kemungkaran, tatkala ia mampu
merubah kemungkaran dengan tangannya, maka iapun merubah kemungkaran dengan
tangannya, ia pecahkan kendang dan ia hancurkan bejana minuman keras.
Sungguh pada diri Abdullah bin Mas’ud terdapat permisalan yang
mengagumkan dalam keberanian dan maju membela kebenaran, serta dalam merubah
kemungkaran. Ia tidak takut celaan orang yang suka mencela, padahal ia
sendirian dan orang yang dilarang dari kemungkaran lebih dari satu, sebagaimana
nampak dalam konteks cerita. Ditambah lagi padahal Abdullah bin Mas’ud adalah
seorang yang pendek dan kurus (semoga Allah meridhai beliau).
Akan tetapi karena Abdullah bin Mas’ud adalah seorang yang
mengagungkan hukum-hukum dan syiar-syiar Allah, maka hal ini mewariskan sikap
penghormatan dan pengagungan, dan sungguh benarlah Amr bin Abdul Qais ketika ia
berkata : “Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala
sesuatu takut kepadanya, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka
Allah akan menjadikannya takut terhadap segala sesuatu”[4]
Dan dengan perbuatan Abdullah bin Mas’ud yang merubah kemungkaran
dengan tangannya, kita akan mendapati seberapa besar belas kasih darinya dan
seberapa besar kesempurnaan kelembutan dan nasehatnya kepada Dzaadzan. Karena
tatkala Dzaadzan mendatanginya dalam keadaan bertaubat, iapun menghadapi dan
memeluk Dzaadzan, lalu menangis lantaran gembira dengan taubat Dzaadzan. Dan
Abdullah bin Mas’ud menghormatinya dengan ungkapan yang paling indah : “Selamat
datang orang yang dicintai Allah”.
Sebagaimana firman Allah.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri” [Al-Baqarah/2 : 222]
Bukan itu saja, bahkan Ibnu Mas’ud mempersilahkannya duduk dan
mendekatkannya, dan menghidangkan kurma untuknya.
Demikianlah, ahli sunnah mengetahui kebenaran dan berdakwah kepada
kebenaran, ahli sunnah sayang terhadap mahluk dan menasehati mereka.
Sebagaimana kita lihat dari kisah tadi bagaimana cerdas dan
pintarnya Abdullah bin Mas’ud [5]. Lihatlah bagaimana Dzaadzan bertaubat.
Karena sesungguhnya Dzaadzan adalah seorang penyanyi yang bagus suaranya, maka
berkatalah Ibnu Mas’ud kepadanya : “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang
bagus adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engkau…engkau”. Dalam riwayat lain
Ibnu Mas’ud berkata : “Alangkah bagusnya suara ini ! kalau seandainya ia
membaca Al-Qur’an tentullah lebih baik”.
Sesungguhnya pengarahan yang lurus terdapat pada
persiapan-persiapan dan kemampuan-kemampuan, dan meletakkannya pada tempatnya
sesuai dengan syari’at ditambah lagi dengan memperhatikan tabiat jiwa manusia.
Dan pengetahuan terhadap perasaannnya adalah penopang yang penting untuk
kesuksesan dakwah, karena sesungguhnya jiwa itu tidak akan meninggalkan sesuatu
melainkan diganti dengan sesuatu yang lain, maka haruslah memperhatikan
pengganti yang sesuai dan inilah yang dipahami oleh Abdullah bin Mas’ud dan
terlewatkan pemahaman ini oleh banyak manusia lainnya.
Ibnu Taimiyah berkata : “Agama Islam menyuruh kebaikan dan melarang
kemungkaran, tidak akan tegak salah satunya melainkan dengan lainnya, maka
janganlah seseorang melarang kemungkaran kecuali hendaknya ia juga menyuruh
kebaikan dan menyingkirkan kemungakaran, sebagaimana ia menyuruh beribadah
kepada Allah dan juga melarang dari beribadah kepada Allah dan juga melarang
beribadah kepada selainNya, dimana perkara tertinggi adalah bersaksi bahwasanya
tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan jiwa itu diciptakan
untuk beramal, bukan untuk meningalkan, dan hanyalah meninggalkan itu tujuan
lainnya” [6]
Inilah fenomena yang mulia dari dakwah Salafush Shalih, dan dalam
kitab-kitab yang menjelaskan biografi salafush shalih banyak dijumpai
kisah-kisah yang indah (dalam kehidupan mereka), barangsiapa ingin mengambil
contoh maka hendaklah mengambil contoh orang yang sudah meninggal dunia (para
sahabat nabi), karena orang yang masih hidup tidak aman darinya fitnah.
_______
Footnote
[1]. Lihat biografinya dalam Hilyatul Aulia 4/199, dan Bidayah wan
Nihayah 9/74 dan Siyar ‘Alamun Nubala 4/280
[2]. Siyar ‘Alamun Nubala 4/28
[3]. Al-Ghunyah 1/139-140
[4]. Sifatus Sofwah 3/208
[5]. Berkata Imam Dzahabi : Sesungguhnya Ibnu Mas’ud dianggap ulama
yang cerdas, Lihat Siyar ‘Alamun Nubala 1/462
[6]. Iqtidho Sirotol Mustaqim 2/617
Post a Comment